PERKEBUNAN SINGKONG GAJAH

SINGKONG GAJAH

Minggu, 28 Oktober 2012


PROSPEK SINGKONG GAJAH SINGKONG sejauh ini masih dipandang sebelah mata sekalipun beberapa penelitian sudah berhasil meningkatkan potensi ekonomis tanaman jenis umbi-umbian ini. Namun dengan singkong gajah, mata siapa saja bisa terbelalak lebar, karena singkong jenis ini mampu menghasilkan puluhan juta rupiah per bulan. Almarhum Arie Wibowo di tahun 1980-an menggubah sebuah lagu pop yang dia beri judul Anak Singkong. Dalam lirik-liriknya yang bernada jenaka, lagu itu menggambarkan keterpurukan singkong dibandingkan dengan keju. Ya, singkong memang selalu dipandang remeh. Tapi, jika saja Arie Wibowo masih segar bugar saat ini dan mengetahui adanya singkong gajah, salah satu varietas singkong yang asli Indonesia sekaligus temuan anak negeri sendiri, tentu dia akan menggubah lagu lain yang merupakan kebalikan dari Anak Singkong. Singkong tersebut adalah prestasi baru di dunia tanaman pangan yang diukirkan Kota Tarakan, beberapa waktu lalu. Melalui Dinas Peternakan dan Tanaman Pangan setempat, pemerintah kota itu beserta pihak-pihak terkait, berhasil mengembangkan singkong berukuran jumbo – bahkan raksasa bila dibandingkan dengan singkong biasa – yang kemudian diberi nama singkong gajah. Seperti namanyaSingkong jenis ini, memiliki keistimewaan yakni, berat umbinya yang mencapai 60 kilogram per pohon. Singkong biasa hanya mampu berumbi maksimal seberat 3 kilogram saja, dan ditanam selama satu tahun. Singkong gajah ini, awalnya ditemukan oleh seorang Profesor asal Samarinda, Ristono, yang juga mantan Dosen di Universitas Mulawarman. Ristono sudah meneliti singkong tersebut, sejak Tahun 1992 hingga 2002, dengan beberapa percobaan seperti pencakokan singkong lokal dengan singkong karet, maka hasilnya terciptalah singkong gajah tersebut. Dalam suatu diskusi singkat, membahas prospek pengembangan singkong gajah dalam rangka pemberdayaan masyarakat di wilayah perbatasan RI-Malaysia, dengan Kasdam VI/Mulawarman Brigjen TNI Wisnu Bawatenaya beserta sejumlah stafnya, Januari lalu, Prof Dr Ristono MS yang juga Guru Besar STT Migas Balikpapan itu mengungkapkan sekilas tentang singkong gajah itu. Ristono mengungkapkan, dia menemukan tanaman itu pada tahun 1992. “Sebetulnya tanaman ini sudah lama tumbuh di Kaltim. Saya menemukannya di beberapa tempat, seperti Manggar (Balikpapan) dan Marangkayu (Kutai Kartanegara). Tapi varietas singkong gajah ini hanya dijumpai di wilayah Kaltim,” tuturnya.

Minggu, 21 Oktober 2012

PERKEBUNAN SINGKONG Dari berbagai sampel cabutan Singkong Gajah dengan umur antara 4 – 9 bulan memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur empuk bahkan ada nuansa rasa ketan. Berbagai jenis olahan Singkong basah menjadi makanan diperoleh kualitas yang bagus antara lain berupa Keripik, Gethuk, Tape dan Bahan sayur pengganti kentang, dan lainnya yang memiliki potensi Ekonomi yang cukup tinggi. Umbi umur 9 – 12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek, Tepung Tapioka, Tepung Mocal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan demikian Singkong Gajah akan memiliki potensi strategis secara Nasional sebagai Bahan Pangan dan Bahan Bakar Nabati (Energi). Secara fisik Singkong Gajah memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga memungkinkan bisa menyerap (menahan) air dan sangat berguna bagi keperluan irigasi dan pengendalian banjir. Sedangkan pertumbuhan batang, cabang dan daun mencapai tinggi 5 meter. Tumbuhan ini mempunyai potensi tinggi dalam penyerapan CO2, dengan demikian keberadaan Singkong Gajah besar peranannya bagi pengendalian ekosistem. Kandungan Sianida yang relatif rendah pada Singkong Gajah terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak (ayam, kambing, dan sapi) tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut. Hal itu juga terlihat pada umbinya, karakteristik semacam ini mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya walaupun mempunyai produktivitas yang tinggi namun tidak dapat langsung dimakan oleh ternak maupun manusia, disebabkan tingkat Kandungan Sianida yang tinggi membuat jenis singkong variates yang lain beracun dan apabila dalam pengolahannya tidak menggunakan metode yang benar akan membahayakan mahluk hidup dan merusak lingkungan. Potensi kandungan Tepung pada Singkong Gajah akan mencapai titik maksimum pada umur tanaman antara 9 – 12 bulan, dengan demikian apabila Industri Tepung Tapioka mengunakan bahan baku dari Singkong Gajah sebaiknya pada umur panen tersebut. Sehubungan dengan kondisi iklim di Kalimantan Timur yang sulit dibedakan antara musim penghujan dan kemarau, maka penanaman Singkong Gajah maupun panen di Kalimantan Timur sangat diuntungkan Dengan demikian penyediaan bahan baku untuk industri Tepung Tapioka dapat dilakukan setiap saat dengan rotasi tahunan tanpa memandang hari maupun bulan dengan luasan areal yang besar tersedia. Perlu diwaspadai adanya siklus musim kering sepuluh tahunan sekali di mana bahaya kekurangan air bisa muncul, maka di dalam metode penanaman Singkong Gajah dalam skala luas harus ada penyediaan tandon air yang difasilitasi dengan mesin pompa air. Pemanfaatan air dan mesin ini sangat diperlukan khususnya pada waktu panen umbi.